*CARA MENGKHATAMKAN AL-QUR'AN YANG DIAJARKAN MALAIKAT JIBRIL KEPADA RASULULLAH SAW*
Di luar bulan Ramadlan Malaikat Jibril biasanya mendatangi Rasulullah SAW untuk menyampaikan wahyu. Tapi khusus pada bulan Ramadlan, Jibril datang setiap malam untuk mengajarkan cara membaca dan mengkhatamkan Al-Qur'an yang harus diselesaikan pada setiap malam.
Jibril membacakan Al-Qur'an, lalu Rasul mengikuti bacaan Jibril, kemudian Jibril menjelaskan maknanya:
اِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهٗ وَقُرْاٰ نَهٗ
"Sesungguhnya Kami yang akan mengumpulkannya (di dadamu) dan membacakannya."
فَاِ ذَا قَرَأْنٰهُ فَا تَّبِعْ قُرْاٰ نَهٗ
"Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu."
ثُمَّ اِنَّ عَلَيْنَا بَيَا نَهٗ
"Kemudian sesungguhnya Kami yang akan menjelaskannya."
(QS. Al-Qiyamah/75: 17-19).
Sebagaimana diketahui, cetakan Al-Qur'an di seluruh dunia saat ini dibagi ke dalam 30 Juz yang menekankan pada pemerataan relatif pada setiap Juz. Akibatnya, terjadi pemenggalan pada sebagian Surat dalam Al-Qur'an.
Pembagian Al-Qur'an menjadi 30 Juz sebagaimana yang kita kenal saat ini, bukan merupakan arahan dari Rasulullah SAW atau dari Malaikat Jibril. Pembagian ini juga tidak dikenal pada generasi sahabat dan pada mulanya tidak dikenal di Madinah.
Pembagian Al-Qur'an pada masa sahabat yang terkenal adalah: Bagian pertama, tiga surat pertama setelah Al-Fatihah (Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisa). Bagian kedua, 5 surat berikutnya. Bagian ketiga, 7 surat berikutnya. Bagian keempat 9 surat berikutnya. Bagian kelima 11 surat berikutnya. Bagian keenam 13 surat berikutnya. Bagian ketujuh surat berikut sisanya mulai surat Qaf sampai surat An-Nas.
Pembagian menjadi tujuh bagian ini untuk memudahkan para sahabat mengkhatamkan Al-Qur'an setiap minggu.
Kapan dan siapa yang membagi Al-Qur'an menjadi 30 Juz seperti yang kita kenal sekarang?
Para ulama menyebutkan bahwa pembagian mushaf Al-Qur'an menjadi 30 Juz adalah para cendekiawan Irak atas perintah Al-Hajaj bin Yusuf.
Pembagian juz versi Al-Hajjaj ini berbeda dengan pembagian juz yang diajarkan Malaikat Jibril kepada Rasulullah SAW.
Malaikat Jibril mengajarkan kepada Rasulullah cara pembacaan yang harus diselesaikan setiap malam di bulan Ramadhan hingga khatam pada malam terakhir bulan Ramadhan.
Hal ini dengan jelas dinyatakan dalam Al-Qur'an: "ketika Kami membacakannya, engkau harus mengikuti pembacaan itu" (QS. Al-Qiyamah: 18).
Bagaimana cara pembacaan Al-Qur'an yang diajarkan Jibril kepada Rasulullah SAW itu?
Belum pernah ada yang mencoba menjawab pertanyaan penting ini, sehingga subjek ini tetap terpendam sebagai misteri selama lebih dari 1400 tahun, sampai datang Syekh Imran dengan bukunya (dalam versi Bahasa Indonesia) berjudul:
"AL-QUR'AN DAN BINTANG Metodologi Ilahi dalam Mengkhatamkan Al-Qur'an di Setiap Bulan." Alih Bahasa: Abdurrahman Sumin. Eskatopedia, Nopember 2020. (Sudah tersedia di toko online). Buku asli dapat diperoleh di:
www.imranhosein.com
Upaya Syekh Imran dalam memahami Surat Al-Qiyamah Ayat 17-19 yang merupakan landasan bagi metodologi yang ditawarkannya, tidak terlepas dari sosok Al-Hajjaj bin Yusuf (661-714 M) yang pelik dan kontroversial dalam sejarah Islam. Dengan pembagian 30 Juz Al-Qur'an versinya, secara tidak langsung telah merubah cara dan sistem waktu dalam mengkhatamkan pembacaan Al-Qur'an.
Dunia Islam pada umumnya menerima pembagian Juz Al-Hajjaj dan menjadikannya sebagai patokan dalam cara mengkhatamkan Al-Qur'an, yang tidak ada hubungannya dengan sistem waktu bulan. Sementara Malaikat Jibril mengajarkan kepada Rasulullah SAW pada setiap malam di bulan Ramadlan dengan menggunakan sistem waktu bulan.
Bulan Ramadlan disebut pula _Syahrul Qur'an_ atau Bulan Al-Qur'an, untuk menunjukkan hubungan yang sangat erat antara Bulan Ramadlan dengan Al-Qur'an.
Hubungan erat antara Ramadlan dengan Al-Qur'an, mengimplikasikan cara membaca dan mengkhatamkan Al-Qur'an harus mengikuti sistem waktu bulan, yang telah ditetapkan Allah dalam siklus kehidupan di bumi (QS. Yunus: 5), sehingga tidak boleh terlepas dari hierarki sistem waktu dalam Islam.
Pelanggaran atas ritme sistem waktu bulan akan mempengaruhi ritme dan detak jantung, karena tidak selaras dengan hierarki Sistem Ruang dan Waktu Ilahi. Akibatnya, berjalannya waktu akan terasa semakin lama semakin cepat berlalu. Cara memulihkannya adalah dengan membaca dan mengkhatamkan Al-Qur'an harus mengikuti metodologi sistem waktu bulan.
Pembagian Juz versi Al-Hajjaj itu mengandung sejumlah kelemahan sebagai berikut:
Pertama, pembagian Juz itu memotong Surat. Misalnya Surat Al-Baqarah dipenggal dua kali. Demikian juga Surat-surat berikutnya dipenggal oleh pembagian Juz versi Al-Hajjaj.
Padahal Allah sudah menetapkan bahwa dinding pemisah dalam Al-Qur'an adalah Surat bukan Ayat (QS. Al-Isra: 106) 1), dan kita dilarang untuk membuat dinding pemisah lain selain Surat. 2)
Kedua, pembagian Juz seperti itu tidak sesuai dengan yang diajarkan Malaikat Jibril kepada Rasulullah pada setiap malam di bulan Ramadlan.
Ketiga, cara membaca dan mengkhatamkan Al-Qur'an yang demikian, sama sekali terlepas dari sistem waktu bulan/lunar.
Keempat, sebagai akibat dari yang pertama sampai ketiga, waktu akan dirasakan berjalan semakin cepat, karena jantung kita tidak berdetak secara harmonis dengan ciptaan Allah yang lain, terutama dengan sistem waktu yang telah Allah tetapkan dalam siklus kehidupan bumi (QS. Yunus: 5) yang tidak terpisahkan dari Sistem Ruang Waktu Kosmik dan Absolut.
Kelima, Syekh Imran menyimpulkan, bahwa semua itu terjadi bukan secara kebetulan, tapi karena Dajjal telah menyerang sistem waktu.
Itu sebabnya, metode pembacaan Al-Qur'an harus dikembalikan kepada sistem waktu bulan.
Sebuah terobosan ijtihad yang sangat fenomenal sebenarnya, karena dengan demikian berarti membatalkan pembagian Al-Qur'an menjadi 30 Juz versi Al-Hajjaj yang telah belasan abad diterima secara luas di dunia Islam.
Selain itu, metode yang tepat dalam pembacaan Al-Qur'an menjadi sangat penting, oleh karena membaca Al-Qur'an merupakan prasyarat mutlak untuk mengkaji Al-Qur'an. Kita tidak bisa mengkaji Al-Qur'an, kecuali membacanya dengan cara yang tepat terlebih dahulu.
Itulah sebabnya para ulama salaf selalu menggunakan Bulan Ramadlan sebagai bulan khusus untuk membaca dan mempelajari Al-Qur'an.
*Kesimpulan*
Dengan metode mengkhatamkan pembacaan Al-Qur'an yang mengikuti siklus bulan (Metode Lunar), sekaligus melatih dan membiasakan kita untuk hidup bersama bulan. Ketika hidup bersama bulan, maka kita akan merasakan keharmonisan dengan alam, sehingga akan memberikan ketenangan dan ketentraman di dalam hati, kemudian kita akan menikmati setiap detik perjalanan waktu.
Ini adalah pendahuluan yang penting, bahwa kita tidak bisa mempelajari Al-Qur'an sebelum membacanya. Dan ketika membaca Al-Qur'an, maka kita harus membacanya dengan cara sebagaimana Allah mengajarkannya kepada Rasulullah SAW melalui Malaikat Jibril.
Kita harus menyelesaikan bacaan satu Juz setiap hari dalam hitungan bulan. Dan yang dimaksud Juz adalah pembagian Juz sesuai dengan yang diajarkan Allah SWT kepada Rasulullah SAW, bukan pembagian Juz versi Al-Hajjaj.
Catatan Kaki:
1) Allah SWT Berfirman dalam Surat Al-Isra/17: 106).
وَقُرْاٰ نًا فَرَقْنٰهُ لِتَقْرَاَ هٗ عَلَى النَّا سِ عَلٰى مُكْثٍ وَّنَزَّلْنٰهُ تَنْزِيْلًا
"Dan Al-Qur'an (Kami turunkan) berangsur-angsur agar engkau (Muhammad) membacakannya kepada manusia perlahan-lahan dan Kami menurunkannya secara bertahap."
(Via Al-Qur'an Indonesia https://quran-id.com).
Bandingkan dengan pemahaman Syekh Imran atas Ayat ini yang dijadikan landasan larangan memotong Surat dalam Al-Qur'an (Syekh Imran berpendapat bahwa Al-Qur'an tidak bisa diterjemahkan, tapi bisa dijelaskan berdasarkan pemahaman tertentu).
"Ini adalah Qur'an yang telah Kami bagi menjadi beberapa bagian, yakni sebagai Suwar (bentuk jamak dari Surah). Kami menjadikannya demikian agar engkau dapat membacakannya kepada manusia dalam jangka waktu, dan selaras dengan pembagian Suwar tersebut. Kami juga lah yang menurunkannya sebagian demi sebagian."
(Imran N. Hosein, _Al-Qur'an dan Bulan"_, 2020: viii-ix).
2) Larangan memotong Surat hanya berlaku untuk tujuan pembacaan Al-Qur'an harian guna mengkhatamkannya dalam satu bulan lunar. Tidak berlaku untuk tujuan lainnya, misalnya untuk bacaan dalam Shalat atau untuk tujuan mengajarkan bacaan atau kajian isi Al-Qur'an.
الله اعلم
MS 11/01/24
Tidak ada komentar: