*SUNNAH STRATEGIS, DA'WAH TERBAIK DI AKHIR ZAMAN*
Sunnah adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, takrir, tabiat, budi pekerti atau perjalanan hidupnya, baik sebelum beliau diangkat menjadi Rasul maupun sesudahnya.
Sedangkan Hadits terbatas pada perkataan, perbuatan dan ketetapan yang bersumber pada Nabi SAW (setelah beliau diangkat sebagai Rasul).
Selain Sunnah dan Hadits, terdapat dua istilah lain dalam Ilmu Hadits, yaitu khabar dan atsar. Sebagian Ulama Hadits berpendapat bahwa khabar adalah suatu yang berasal atau disandarkan kepada selain Nabi SAW.
Adapun atsar menurut jumhur (mayoritas) Ulama, sama artinya dengan khabar dan Hadits. Ada juga Ulama yang berpendapat bahwa atsar sama dengan khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan pada Nabi, sahabat dan tabi'in.
Memelihara janggut adalah Sunnah. Ini adalah sebuah kebijaksanaan. Bukan kebetulan Allah SWT meletakkan janggut pada dagu kaum lelaki, yaitu agar dari kejauhan orang bisa membedakan antara laki-laki dan perempuan, sehingga tidak perlu melihat bagian tubuh lainnya.
Pakaian yang kita gunakan adalah Sunnah, yang dirancang agar sesuai dengan norma kesopanan tertentu. Sunnah adalah juga apa yang kita makan dan bagaimana cara kita makan.
Tetapi Sunnah bukan hanya itu, Sunnah juga termasuk menyadari dunia tempat kita tinggal, mengenali lingkungan strategis dunia dimana kita tinggali saat ini. Karena itu termasuk Sunnah adalah keharusan untuk terlibat dalam perjuangan kebenaran melawan kepalsuan.
Dinamika lingkungan strategis dunia selalu berpusat pada persaingan antara kebenaran dan kepalsuan. Bagaimana menyikapi lingkungan strategis dunia adalah juga Sunnah.
Sunnah strategis ini adalah subjek baru, karena belum pernah ada yang mengajarkan topik ini sebelumnya. Apalagi bagaimana menerapkan Sunnah strategis ini pada momen kritis dunia dimana kita hidup sekarang, sama sekali belum pernah ada yang menjamah. Untuk ini, yang dibutuhkan bukan saja pemikiran kritis, tetapi juga intuitif.
Dalam perjuangan kebenaran berhadapan dengan kepalsuan, antara keadilan dan ketidakadilan, Nabi Muhammad SAW diserang oleh kaum Quresy dan kekuatan-kekuatan penindas, kedzaliman, kepalsuan dan para penyembah berhala.
Apa yang dilakukan Rasulullah SAW menghadapi kekuatan-kekuatan penindas itu? Apakah beliau berkompromi dengan kepalsuan demi kenyamanan dan mempertahankan status -quo, atau beliau tetap berpegang pada kebenaran terlepas dari apa pun konsekwensinya?
Faktanya, kita tahu bahwa beliau dan para Sahabatnya kemudian harus meninggalkan Mekah untuk berhijrah ke Madinah, karena kebenaran tidak mungkin bisa bercampur dengan kepalsuan.
Ketika sudah tidak ada lagi ruang untuk menyatakan kebenaran, maka hijrah adalah keputusan terbaik yang diambil Rasulullah SAW.
Namun bahkan setelah beliau dan para Sahabat hijrah, pertarungan belum berakhir. Mereka terus mengejar Rasulullah SAW, sehingga terjadilah Perang Badar, yang dimenangkan oleh pasukan Islam; suatu kekalahan yang memalukan bagi mereka, seperti kekalahan memalukan yang mereka alami di Afghanistan.
Mereka tentu tidak bisa menerima kekalahan memalukan di Perang Badar itu, dan ingin membalasnya. Maka, terjadilah Perang Uhud. Mereka menang di Uhud, namun tidak bisa menghancurkan kekuatan Islam.
Lalu mereka datang kembali dua tahun kemudian dengan aliansi militer terbesar. Kali ini mereka datang untuk menghabisi kekuatan Islam, tapi mereka gagal dan harus melipat tenda mereka untuk pulang.
Jadi sekarang terdapat pertemuan basis militer. Apa yang akan terjadi?
Saat mereka berada di Khandaq untuk mengejar pasukan Muslim, pasukan Islam memiliki aliansi dengan beberapa kabilah Arab pagan dan kaum Yahudi, yang kemudian melahirkan Piagam Madinah, dimana terdapat perjanjian dengan kewajiban tertentu, bahwa seluruh pihak yang terikat dengan perjanjian ini tidak boleh mendukung musuh dari sesama anggota perjanjian ini.
Tapi kemudian orang Yahudi melanggar perjanjian ini. Segera setelah Perang Khandaq gagal, dan aliansi dengan Yahudi dan Quresy telah ditarik, Rasulullah lalu mengambil tindakan terhadap Bani Qaynuqa dan Bani Quraizah (dua kelompok Quresy yang sebelumnya beraliansi dengan Rasulullah dalam Perang Khandaq).
Orang-orang Yahudi kemudian melarikan diri dari Khandaq, dan dengan demikian mereka kehilangan harta benda mereka di Madinah. Mereka marah dan frustasi, mereka menginginkan darah, mereka ingin balas dendam, mereka ingin berperang lagi. Lalu mereka membangun markas di Khaibar.
Di sisi lain, orang Quresy di Selatan juga sangat frustasi, karena mereka telah mengerahkan semua kekuatan yang mereka miliki dalam menghadapi pasukan Rasulullah, namun tidak pernah berhasil.
Seandainya Rasulullah SAW duduk saja di Madinah dan tidak melakukan apa pun, seperti hari ini kita duduk-duduk saja di tengah kondisi dunia yang kritis, apa konsekwensinya?
Jawabannya, Khaibar dan kaum Quresy Mekah akan beralinasi untuk bersatu melawan pasukan Rasulullah SAW. Khaibar di Barat Laut dan Mekah di Selatan (dari Madinah), dan Rasulullah akan terjepit.
Nabi Muhammad SAW memahami kondisi lingkungan strategis dimana umat Islam berada, Rasul memahami bahwa kita tidak bisa duduk-duduk dan tidak melakukan apa pun.
Apa yang dilakukan Rasulullah adalah mengambil inisiatif untuk mengubah lingkungan strategis ini agar lebih menguntungkan bagi perjuangannya.
Seandainya Rasulullah tidak mengambil inisiatif yang kemudian melahirkan Perjanjian Hudaibiyah, sangat mungkin sampai hari ini Mekah belum bisa dibebaskan.
Inilah sisi Sirah Nabawiyah yang selama ini masih tersembunyi (atau disembunyikan) tentang Perjanjian Hudaibiyah.
Di balik Perjanjian Hudaibiyah ini terletak visi kejeniusan Rasulullah SAW yang tampak pada langkah diplomasinya yang brillian dalam menghadapi dua kekuatan musuh yang utama waktu itu yaitu kaum Yahudi Madinah dan kaum Quresy Mekah.
Apa yang beliau SAW lakukan, sebenarnya adalah petunjuk langsung dari Allah SWT yang juga berlaku sepanjang masa, termasuk bagi kita yang saat ini berada di ambang krisis global multidimensi.
Eskatologi Islam hadir untuk menghidupkan kembali Sunnah Strategis yang hampir hilang ini. Hadir untuk memberikan tuntunan kepada umat ini bagaimana merespon secara proporsional atas fitnah penindasan dan kediktatoran global dalam berbagai aspek kehidupan.
Untuk dapat berdiri sendiri sebagai suatu disiplin ilmu, Eskatologi Islam berusaha memenuhi ketiga fungsi ilmu, yaitu: deskripsi, prediksi dan antisipasi fenomena akhir zaman.
Sumber: Syekh Imran, "Sunnah Strategis di Penghujung Zaman".
https://youtu.be/2wQ93zXd158?si=-L6uq5-DW_hOR1qp
الله اعلم
MS 10/01/24.
Tidak ada komentar: